Selasa, 11 Juni 2013

Ada apa dengan STKIP PGRI PONTIANAK?

Kerumunan ramai mahasiswa yang mirip dengan kerumunan warga saat pembagian sembako gratis, menjadi hal yg sejak tanggal 10 Juni 2013 kemarin bisa disaksikan di BAUK STKIP-PGRI PTK. Ada apakah gerangan? Usut punya usut, ternyata mahasiswa-mahasiswa tersebut sedang mengantri untuk validasi kwitansi. Kenapa bisa seramai itu, apakah mahasiswa STKIP-PGRI PTK banyak yang menunda-nunda kewajibannya membayar uang kuliah. Ternyata tidak, hanya sebagian mahasiswa yang mengantri baru membayar uang kuliahnya pada bulan Juni. Selebihnya adalah mereka yang membayar dari bulan-bulan sebelumnya, bahkan banyak yang sudah membayar sebelum batas akhir pembayaran yang telah ditentukan pihak kampus. Lantas kenapa mereka baru memvalidasi kwitansi mereka sekarang, apakah mereka sengaja menunda-nunda. Teryata juga tidak, ada alasan lain yang membuat mereka memvalidasi kwitansi mereka sesaat sebelum Ujian Akhir Semester dibuat. Validasi kwitansi adalah hal wajib, untuk membuktikan bahwa mahasiswa sudah menunaikan kewajiban mereka membayar uang kuliah. Dengan validasi kwitansi, jumlah uang yang harus dibayarkan mahasiswa menjadi Rp 0,- alias LUNAS. Jika sudah lunas, maka mahasiswa bisa membuat Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) terbaru, mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) baik manual ataupun online mahasiswa juga berhak mendapatkan Kartu Ujian sebagai syarat wajib untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS). Kembali lagi ke pertanyaan awal, kenapa bisa seramai itu? Apakah mahasiswa STKIP-PGRI PTK selalai itu, sampai tidak perduli dengan hal penting seperti itu? Ternyata bukan itu alasan utamanya, banyak mahasiswa yang mengantri ternyata bukan pertama kali memvalidasi kwitansi mereka, bahkan ada yang sudah 3 sampai 4 kali. Kenapa bisa demikian? Bukankah cukup hanya dengan 1 kali validasi, tidak perlu sampai berulang kali. Alasan yang muncul ternyata cukup mengejutkan, mereka tidak bisa mencetak Kartu Ujian, padahal itu merupakan syarat utama agar bisa mengikuti UAS. Celakanya lagi, mereka baru mengetahui bahwa mereka tidak memiliki Kartu Ujian hanya beberapa hari sebelum UAS dimulai, hal ini dikarenakan Kartu Ujian itu sendiri yang baru dibagikan pada hari senin tanggal 10 Juni 2013. Mahasiswa pun kelabakan, padahal mereka sudah melumasi kewajiban dan sudah memvalidasikan kwitansi mereka. Akhirnya, mahasiswa pun terpaksa memvalidasi ulang kwitansi mereka, untuk membuat tagihan mereka menjadi Rp 0,-. Jumlah mahasiswa bernasib seperti ini tidaklah sedikit, ratusan mahasiswa mengalami hal ini. Lantas kenapa hal ini bisa terjadi? Jika jumlahnya sedikit, kita mungkin memaklumi, karena mungkin saja ada hal yang terlewatkan dari mereka yang mengelola sistem ini. Tapi jika jumlahnya sudah sebanyak ini, bisa dikatakan kelalaian yang sangat parah. Lantas siapa yang harus disalahkan? Mungkin beginilah jadinya jika pekerjaan penting ini dikelola oleh mereka yang kurang profesional, atau mungkin ada sistem yang salah, atau mungkin saja kedua-duanya. SDM yang tidak memadai sebagai pengelola ditambah sistem yang kurang baik, seperti inilah jadinya. Mungkin saja, hanya mereka dan Tuhan lah yang tau, ada apa dengan STKIP-PGRI PONTIANAK?

Tulisan ini dibuat agar semua pihak saling introspeksi, tanpa ada niat untuk menjatuhkan pihak manapun, demi kemajuan bersama, menuju STKIP-PGRI PTK yang "HARUM". :)

Senin, 10 Juni 2013

60 Persen Kebun Sawit di Kalbar Dikuasai Malaysia

PONTIANAK, KOMPAS.com — Luas perkebunan kelapa sawit pada 2012 di Kalimantan Barat yang sudah berproduksi diperkirakan sudah menembus 900.000 hektar. Sekitar 60 persen perkebunan kelapa sawit skala besar itu dimiliki perusahaan asal Malaysia. Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Kalimantan Barat Sri Jumiadatin, Selasa (30/10/2012), mengatakan, hasil produksi berupa minyak kelapa sawit mentah juga diolah di Malaysia. "Sayangnya lagi, ekspor CPO dari Kalbar ke Malaysia itu tidak tercatat sebagai ekspor CPO asal Kalbar karena dilakukan melalui pelabuhan lain seperti Belawan, Medan, atau Tanjung Priok, Jakarta," ujar Sri.

Tahun 2013, kata Sri, pelabuhan darat di Entikong, Kabupaten Sanggau, kemungkinan besar sudah bisa beroperasi. Dengan demikian, ekspor CPO dari Kalbar ke pabrik pengolahan di Sarawak, Malaysia, bisa dilakukan melalui pelabuhan darat itu. Jika dilakukan melalui Kalbar, pajak ekspor akan diperhitungkan sebagai kontribusi Kalbar yang akhirnya akan memengaruhi besarnya dana alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke Kalbar. Pada 2012 ini produksi CPO asal Kalbar sudah mencapai 1,3 juta ton. Padahal, tahun 2010 produksinya belum menyentuh 1 juta ton. Menurut Sri, pihaknya terus berupaya melobi sejumlah pihak untuk membuat industri pengolahan CPO di Kalbar supaya bisa menambah nilai ekonomi.

  •      Penulis : Agustinus Handoko Selasa, 30 Oktober 2012 | 12:41 WIB



Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat memang terus berkembang pesat, tetapi hal ini tidak diimbangi oleh perbaikan infrastruktur khususnya jalan raya. Jalan raya yang seharusnya digunakan sebagai jalur transportasi umum masyarakat, juga digunakan oleh truk pengangkut kelapa sawit. Hal ini mengakibatkan banyak jalan raya rusak parah, bahkan menjadi rawan kecelakaan. Seharusnya truk-truk pengangkut kelapa sawit tersebut memilki jalan khusus, sehingga tidak mengganggu jalan umum yang dilalui masyarakat. 

Selain itu,pembukaan lahan sawit juga memakan korban. Hutan yang seharusnya dilestarikan karena berfungsi sebagai paru-paru dunia, dan sebagai tempat peresapan air, sekarang banyak yang ditebang untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Hewan-hewan kehilangan habitatnya, sehingga banyak yang akhirnya masuk ke perkampungan warga untuk mencari makanan. Jika hal ini terjadi, masyarakat setempat menyalahkan hewan-hewan tersebut, bahkan sampai melakukan pembunuhan terhadap mereka. Padahal mereka seharusnya sadar, mereka lah yang pertama merusak habitat hewan-hewan tersebut. 

Kelapa sawit meupakan tumbuhan penyerap air, tetapi bukan penampung air. Akar-akarnya juga tidak kuat, karena merupaka akar serabut. Sehingga tidaklah heran apabila musim hujan, daerah sekitar menjadi rawan banjir, karena air yang berlebihan tidak mampu diserap oleh kelapa sawit, sedangkan tumbuhan ini tidak bisa menampung air yang berlebihan, tidak sama seperti tanaman hutan seperti pohon-pohon berakar kuat. Selain itu, tidak juga mengherankan daerah sekitar juga rawan ogsor, karena akar sawit yang tidak kuat menahan tanah yang terkikis akibat hujan.

Mungkin banyak yang mengatakan, bahwa semakin bertambahnya lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat adalah demi kebaikan daerah ini, karena pendapatan dari sektor perkebunan kelapa sawit sangatlah besar dan menjanjikan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, karena sebagian besar lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat dimiliki oleh pihak asing. Seperti artikel diatas, yang menyatakan bahwa 60% lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat dimiliki oleh pengusaha asal Malaysia. Itu hanya dari Malaysia saja, belum dari Negara lain. Hal ini membuktikan bahwa yang menikmati hasil dari kelapa sawit bukanlah masyarakat Kalimantan Barat, tetapi pengusaha asing dan oknum-oknum pemerintah setempat. Pada kenyataannya, masyarakat Kalimantan Barat hanya menikmati jalanan yang rusak, banjir, tanah longsor, dan akibat buruk lainnya dari semakin bertambahnya perkebunan kelapa sawit. Pada akhirnya, masyarakat Kalimantan Barat hanya menjadi pesuruh dan dijajah di tanahnya sendiri.