TAHUN 1926-2014
OLEH :
FAHMI FEBRI PRATAMA 221200146
KELAS B SORE
PENDIDIKAN SEJARAH
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(IKIP-PGRI)
PONTIANAK
2014/2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya sampaikan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ijinnya saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai
bagian dari kewajiban saya sebagai mahasiswa dalam mata kuliah Metodologi Penelitian Sejarah.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada
orang tua yang telah mendukung dan mendanai dalam penyusunan makalah ini,
kepada Bapak Yuver Kusnoto, M.Pd selaku dosen yang telah membimbing saya, dan kepada semua
pihak yang turut membantu dalam penelitian ini.
Penelitian ini saya laksanakan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Sejarah, dan juga sebagai bahan pembahasan, pembelajaran, dan diskusi di dalam
kelas. Saya
berharap penelitian ini dapat menambah sedikit pengetahuan kita, dan berguna dalam
perkuliahan khususnya mata kuliah Metodologi
Penelitian Sejarah. Demi kemajuan dalam pembelajaran,
kritik dan saran sangat saya harapkan, agar ke depannya penelitian yang disusun menjadi lebih baik lagi.
Pontianak, Januari
2015
Peneliti
Daftar Isi
Kata
Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................. ii
Daftar
Lampiran.................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.............................................................. 3
C.
Tujuan
Penelitian............................................................... 3
D.
Manfaat Penelitian............................................................. 3
E.
Ruang Lingkup
Penelitian................................................ 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Pustaka............................................................. 5
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A.
Heuristik........................................................................... 8
B.
Kritik................................................................................ 8
C.
Interpretasi...................................................................... 9
D.
Historiografi.................................................................... 10
BAB IV : PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Berdiri Dan
Pendiri Masjid Batu...... 11
B.
Struktur Bangunan Masjid
Batu.................................. 15
C.
Sejarah Masjid Batu Dari Tahun
1926-2014............... 16
BAB V : PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................... 27
B.
Saran.............................................................................. 28
Daftar
Pustaka................................................................................. 29
Lampiran.......................................................................................... 30
Daftar
Lampiran
Foto-foto Hasil
Penelitian..................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masjid adalah tempat ibadah bagi umat
Islam, masjid adalah tempat suci yang dianggap sebagai rumah Allah. Keberadaan masjid
menjadi penting sifatnya bagi umat muslim, karena selain tempat ibadah juga
bisa menjadi tempat untuk mengajarkan agama dan tempat silaturahmi. Bahkan
keberadaan masjid menjadi salah satu alasan bagi orang muslim untuk menetap
atau tinggal di suatu daerah, karena jika terdapat masjid di daerah tersebut
menunjukkan bahwa di daerah tersebut tinggal orang-orang muslim. Bahkan ada
cerita tentang salah seorang pegawai negeri yang ditempatkan di suatu daerah
yang belum diketahuinya, saat dia bertanya kepada ayahnya apa yang harus
dilakukan, ayahnya hanya berpesan singkat “pergilah kesana dan lihatlah apakah
di tempat itu ada masjid atau tidak, jika ada maka tinggallah, tetapi jika
tidak maka pindahlah”. Hal ini menunjukkan seberapa pentingnya keberadaan masjid
bagi orang muslim, sehingga menjadi syarat utama apabila ingin tinggal dan
menetap di suatu daerah.
Begitu juga di Teluk Pakedai, dimana
terdapat masjid yang cukup terkenal bahkan di wilayah Kalimantan Barat. Masjid
ini adalah masjid Batu atau masjid Nasrullah, masjid ini terkenal karena
merupakan masjid yang menjadi tempat mengajar salah satu ulama terkenal yaitu
Haji Ismail Mundu yang merupakan Mufti (Ulama) Kerajaan Kubu. Masjid Batu
merupakan masjid tertua dan pertama yang berdiri di Teluk Pakedai, serta
menyimpan banyak sejarah. Tetapi masyarakat saat ini khususnya masyarakat Teluk
Pakedai, masih banyak yang tidak mengetahui tentang sejarah dari masjid Batu
ini. Padahal masjid ini ramai dikunjungi bahkan oleh masyarakat luar Teluk
Pakedai, karena selain dekat dengan makam Haji Ismail Mundu, mereka percaya
apabila memiliki keinginan atau do’a dan mengunjungi Masjid Batu, maka do’a
mereka akan dikabulkan.
Dalam sejarahnya, masjid Batu digunakan
oleh Haji Ismail Mundu untuk mengajar agama. Dengan adanya masjid Batu maka
semakin ramai pula orang-orang yang berdatangan untuk belajar kepada Haji
Ismail Mundu, baik itu orang-orang Bugis atau orang-orang Arab. Tetapi kondisi
masjid sempat kurang terawat, yaitu saat kedatangan Jepang yang menjajah Indonesia.
Masjid juga sudah beberapa kali mengalami renovasi, hal yang sangat wajar
mengingat usia masjid yang sudah berumur 88 tahun. Bentuk masjid juga beberapa
kali mengalami perubahan seiring dengan dilakukannya renovasi. Dulunya masjid
Batu sangat ramai dikunjungi, karena lokasinya yang dekat dengan makam Haji
Ismail Mundu. Orang-orang yang akan berziarah ke makam Haji Ismail Mundu akan
singgah dahulu ke masjid Batu, mereka biasanya membaca doa selamat di masjid sebelum
berziarah.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang
sejarah masjid Batu, maka peneliti mengangkat judul “Sejarah Masjid Batu (Nasrullah) Tahun 1926-2014” dalam penelitian
kali ini.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan
penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apa
latar belakang berdirinya masjid dan siapa pendiri masjid Batu?
2. Seperti
apa struktur bangunan masjid Batu?
3. Bagaimana
sejarah masjid Batu dari tahun 1926-2014?
C.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui latar belakang berdirinya masjid dan siapa pendiri masjid Batu
2. Untuk
mengetahui struktur bangunan masjid Batu
3. Untuk
mengetahui sejarah masjid Batu dari tahun 1926-2014
D.
Manfaat
Manfaat
dari penelitian ini adalah :
1. Menambah
pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang sejarah lokal Kalimantan Barat,
khususnya sejarah masjid Batu
2. Dengan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembaca supaya dapat
digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dalam bidang sejarah
3. Sebagai
referensi untuk tulisan dengan tema sama yang akan dibuat berikutnya
E.
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi
pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah masjid Batu dari tahun 1926-2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Pustaka
Menurut
buku Biografi Guru Haji Ismail Mundu Mufti Kerajaan Kubu, tahun 2006. Yang
isinya berisi tentang riwayat hidup Haji Ismail Mundu, juga turut dibahas
sedikit mengenai masjid Batu. Pada tanggal 4 Dzulhijjah 1345 H (1926 M) Guru
Haji Ismail Mundu bersama dengan seorang murid dan sekaligus menjadi teman
karibnya yang bernama Datuk Penghulu Haji Haruna bin Haji Ismail, beliau
berasal dari desa Batu Pahat Johor Malaya, untuk membangun masjid Batu. Menurut
keterangan dari salah seorang cucu Datuk Penghulu Haji Haruna bin Haji Ismail
yakni Haji Harun al Rasyid, bahwa Datuk Penghulu Haji Haruna bin Haji Ismail
adalah putra Bugis yang sudah lama tinggal di Malaya yang sekarang lebih
dikenal dengan negara Malaysia. Sebutan Haruna berasal dari lafadz Harun, karena
bahasa Bugis tidak mengenal lafadz yang diakhiri oleh huruf mati, maka lafadz
Harun menjadi Haruna.
Partisipasi
dan pengorbanan harta dan jiwa (amwal wal anfus) Datuk Penghulu Haji Haruna bin
Haji Ismail sangat besar dalam keberhasilan pembangunan masjid Batu, sejak dari
rencana awal pembangunannya, masjid Batu memang tidak menggunakan bahan dari
kayu, melainkan hanya menggunakan bahan dari batu bata, oleh sebab itu dikenal
dengan nama masjid Batu. Adapun nama masjid yang sebenarnya adalah masjid Nasrullah,
nama Nasrullah sebenarnya baru diketahui setelah dilakukan renovasi masjid yang
pertama tahun 1960 M. Kata tersebut ditemukan di ujung kubah masjid, masjid
Batu baru mulai difungsikan sebagai tempat untuk shalat Jum’at pada tahun 1348H
(1929M).
Arsitek
pembangunan masjid Batu yang pertama dibawa langsung oleh Haji Haruna bin Haji
Ismail dari Pontianak. Orang tersebut adalah Abdul Wahid bin Abu alias Wak
Bangkik yang sangat berpengalaman dalam mengerjakan bangunan. Salah satu
karyanya adalah membangun Lembaga Permasyarakatan Pontianak yang berada di
Sungai Jawi. Hanya pada saat ini Lembaga Permasyarakatan tersebut telah diganti
dengan rumah sakit Santo Antonius. Walaupun demikian sebelum membangun masjid
Batu, Wak Bangkik terlebih dahulu ditest dengan membuat pagong atau pintu air
di daerah Teluk Pakedai. Setelah satu tahun pagong tersebut dibuat dan ternyata
tidak menunjukkan keretakan atau jebol akibat tendangan air, barulah Wak
Bangkik dipercaya untuk membangun masjid Batu. Pagong yang dibuat Wak Bangkik
bahkan masih ditemukan di Teluk Pakedai hingga sekarang.
Masjid Batu telah mengalami beberapa kali renovasi
sejak berdirnya, renovasi masjid Batu yang pertama dilakukan pada tahun 1960.
Pada saat itu Guru Haji Ismail Mundu telah meninggal dunia dan masjid Batu
dikoordinir oleh Haji Abbas bin Haji Supuk. Renovasi ini dilakukan karena pada
saat itu masjid Batu telah berumur 34 tahun, sudah sangat rusak dan bocor.
Usaha renovasi masjid Batu dilakukan sebagai hasil musyawarah yang dilakukan
oleh murid-murid Haji Ismail Mundu. Pada tahun 1982 masjid Batu “Nasrullah”
kembali mengalami perbaikan karena sudah banyak atapnya yang bocor. Inisiatif
renovasi masjid Batu yang kedua ini dilakukan oleh Haji Ibrahim bin Haji Basir.
Perbaikan masjid Batu yang kedua ini bekerjasama dengan pengurus masjid Batu
yang saat itu telah terbentuk dan diketuai oleh Wak Amik bin Daeng Magangka.
Kemudian pada tahun 2003 masjid Batu mengalami renovasi kembali, dari hasil
musyawarah pada saat itu, Haji Riva’i bin Haji Abbas ditunjuk sebagai ketua
pembangunan. Renovasi masjid ini bekerjasama dengan pengurus masjid Batu yang
saat itu diketuai oleh Acong bin Abdul Hamid.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Heuristik
Heuristik merupakan langkah awal dalam
penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang
terkait dengan masalah yang sedeang diteliti. Misalnya dengan melacak sumber
sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah,
mewawancarai para saksi sejarah. Pada tahap ini yang peneliti lakukan adalah
mewawancarai saksi sejarah, untuk
mendapatkan data tentang sejarah masjid Batu dari tahun 1926-2014.
B.
Kritik
Kritik merupakan kemampuan menilai
sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan). Kritik sumber sejarah
meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
a.
Kritik
Ekstern
Kritik ekstern di dalam penelitian ilmu
sejarah umumnya menyangkut keaslan atau keautentikan bahan yang digunakan dalam
pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk
penelitian yang dapat dilakukan sejarawan, misalnyatentang waktu pembuatan
dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan
dokumen itu sndiri.Sejarawan dapat juga melakukan kritik ekstern dengan
menyelidiki tinta untuk penulisan dokumen guna menemukan usia dokumen.
Sejarawan dapat pula melakukan kritik ekstern dengan mengidentifikasikan
tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya.
b.
Kritik
Intern
Kritik Intern merupakan penilaian
keakuratan atau keautentikan terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Di
dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan
unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur
dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa
yang telah terjadi, sejauh dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan
kritis terhadap sumber-sumber terbaik yang ada.
Pada tahap kritik peneliti berusaha
untuk memilih apakah narasumber layak untuk dijadikan sumber sejarah, baik
primer ataupun sekunder.
C.
Interpretasi
Interpretasi adalah menafsirkan fakta
sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis
dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar
mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan
struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu
penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan
akademis, interfretasi yang bersifat deskriptif sajabelum cukup. Dalam perkembangan
terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang
digunkan. Pada tahap ini peneliti menafsirkan fakta-fakta yang didapat dari
sumber setelah melaksanakan kritik, untuk melakukan eksplanasi dari fakta-fakta
yang didapat.
D.
Historiografi
Historiografi adalah proses penyusunan
fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah
bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang
ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk
kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus
menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran
yang diajukan. Pada tahap ini, peneliti menuliskan sejarah tentang masid Batu
dari tahun 1926-2014 berdasarkan hasil interpretasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Berdiri Dan Pendiri Masjid Batu
Masjid
Batu terletak di Jalan Sepakat desa Teluk Pakedai Hulu, kecamatan Teluk Pakedai
kabupaten Kubu Raya. Jarak dari pusat kecamatan menuju ke masjid Batu tidaklah
terlalu jauh, sekitar ±3KM dari pasar Selat Remis. Masjid Batu berdiri pada
tanggal 4 Dzulhijjah 1345 H (1926 M), merupakan masjid pertama di kecamatan
Teluk Pakedai. Masjid ini dinamakan masjid Batu karena struktur bangunan masjid
yang mayoritas terdiri dari batu bata, bahkan dalam rancangan awal masjid Batu
sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama sekali dan hanya menggunakan
batu. sehingga saat nama masjid ini belum diketahui namanya, masyarakat sekitar
menyebutnya dengan masjid Batu. Masjid Batu didirikan sebagai tempat ibadah
bagi umat muslim Teluk Pakedai, karena keberadaan masjid sangat penting bagi
umat muslim. Dengan bertambahnya jumlah umat muslim di Teluk Pakedai, maka
dibutuhkan juga tempat ibadah yang lebih besar. Haji Ismail Mundu beserta murid
dan sahabat karibnya Haji Haruna Bin Haji Ismail, memiliki inisiatif untuk
mendirikan masjid.
Hal
ini pun diutarakan beliau kepada murid-muridnya yang lain, dan mendapat
tanggapan yang sangat baik. Bahkan salah seorang muridnya yaitu H.Doeng
mewakafkan tanahnya yang terletak di desa Teluk Pakedai Hulu, H.Doeng adalah
salah satu orang terkaya di Teluk Pakedai saat itu. Sedangkan dana
pembangunannya merupakan sumbangan dari Haji Haruna Bin Haji Ismail dan dana
sumbangan dari murid-murid Haji Ismail Mundu di Malaysia. Arsitek pembangunan masjid
di datangkan langsung dari Pontianak oleh Haji Haruna Bin Haji Ismail, yaitu
Abdul Wahid Bin Abu alias Wak Bangkik. Abdul Wahid Bin Abu juga merupakan
arsitek Lembaga Permasyarakatan Pontianak yang sekarang berubah menjadi RS
Santo Antonius. Sedangkan untuk pembangunan masjid dikerjakan oleh murid-murid
Haji Ismail Mundu dan masyarakat sekitar. Tidak ada tanggal pasti kapan masjid
selesai dibangun, yang diketahui hanyalah masjid Batu baru difungsikan sebagai
tempat untuk shalat jum’at pada tahun 1348 H (1929 M).
Berdirinya masjid Batu
merupakan inisiatif dari Haji Ismail Mundu dan sahabatnya yaitu Haji Haruna Bin
Haji Ismail. Haji Ismail Mundu adalah ulama tersohor
dari kerajaan Kubu dari keturunan raja Sawito di Sulawesi Selatan. Beliau lahir
pada tahun 1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M. Ayahnya bernama Daeng
Abdul Karim alias Daeng Talengka bin Daeng Palewo Arunge Lamongkona bin Arunge
Kaceneng Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan dari keturunan
Maduk Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari daerah
Kakap, Kalimantan Barat. Di masa kecilnya, Haji Ismail Mundu sudah mulai
mendalami dan mengamalkan ajaran Islam secara bersungguh-sungguh. Dan di masa
itu beliau belajar dengan beberapa guru, antara lain dengan Haji Muhammad bin
Haji Ali, dengan waktu tujuh bulan, Haji Islmail Mundu berhasil belajar Al-Qu’ran
dan mengkhatamkannya. Guru selanjutnya adalah Haji Abdul Ibnu Salam yang
berdomisili di Kakap, kemudian beliau berguru dengan seorang mufti di Makkah,
yaitu Sayyed Abdullah Azzawawi. Setelah puas belajar di Makkah, beliau kembali
ke tanah Bugis dan belajar agama dengan Tuan Umar Sumbawa.
Setelah usianya genap dua puluh tahun, Haji Ismail Mundu
kemudian menunaikan ibadah haji untuk pertama kalinya. Di sana beliau
mengakhiri masa lajangnya yang kemudian menikahi seorang gadis berdarah Arab
yang bernama Ruzlan Alhabsyi. Mungkin Allah berkehendak lain, pernikahan dengan
gadis Arab itu tak berlangsung lama. Istrinya pulang ke rahmatullah. Namun,
rasa sedih itu diobati dengan menikah kembali dengan seorang gadis yang berasal
dari Pulau Sarasan yang bernama Hajjah Aisyah. Benih-benih cinta benar-benar
hanya diujung pelupuk mata, sebab biduk rumah tangga beliau bersama Hajjah
Aisyah tak berlangsung lama, karena berpulang ke rahmatullah.
Namun, kembali beliau membangun rumah tangga dengan menikahi
seorang wanita yang berasal dari Desa Sungai Kakap Pontianak yang merupakan
masih dalam ikatan keluarga (sepupu) yang bernama Haffa binti Haji Semaila.
Dari pernikahan itu beliau mendapat tiga orang anak. Kembali, jiwa beliau di
uji. Istri beliau meninggal saat melahirkan anak ketiganya. Sementara itu,
anak-anak beliau juga meninggal di usia muda. Setelah itu, beliau kembali
menikah untuk keempat kalinya dengan seorang wanita yang berkebangsaan Arab
yang bernama Hajjah Asmah. Selanjutnya beliau menunaikan ibadah haji bersama
istrinya. sembari beribadah, beliau kembali menemui gurunya untuk belajar ilmu
agama yaitu Sayyed Abdullah Azzawawi. Pada tahun 1904 M, beliau kembali ke
Indonesia, tepatnya di Desa Teluk Pakedai. Di desa itu beliau menggaungkan
nilai-nilai Islam dengan cara merubah kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti adu
ilmu dan perilaku kebatilan lainnya. Berkat kegigihan dan kerja keras beliau,
desa itu kian membaik dan nilai-nilai Islam tumbuh dengan baik. Dengan itu,
beliau mendapatkan simpati dari raja Kubu, sehingga beliau kemudian diangkat
menjadi mufti di kerajaan Kubu pada tahun 1907 M. Dengan jabatan tersebut maka
Haji Ismail Mundu menjadi tumpuan tempat untuk bertanya tentang masalah-masalah
agama baik dari kalangan kerajaan maupun masyarakat luas, khususnya berbagai
masalah yang berkaitan dengan problem yang dihadapi oleh kaum muslimin. Semua
permasalahan yang diajukan kepada beliau, diupayakan dapat diputuskan dengan
penuh bijaksana (hikmah) dan nasehat baik (mauidzah
hasanah). Atas segala kemampuan dan kharisma serta besarnya pengaruh yang
dimiliki oleh Haji Ismail Mundu, maka pada tanggal 31 Agustus 1930 (1349 H)
beliau mendapat penghargaan dari pemerintah Belanda berupa bintang jasa dan Honorarium dari Ratu Wilhelmina. Pada
tahun 1951 setelah kerajaan Kubu berakhir dan bergabung dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, wedana Kubu yang pertama yaitu Gusti Jalma mengangkat Haji
Ismail Mundu sebagai Hakim Mahkamah Kubu Pertama, tidak diketahui sampai kapan
beliau menjabat sebagai Hakim Mahkamah Kubu. Pada tanggal 30 Jumadil Awal 1377
H (1957 M), kondisi kesehatan Haji Ismail Mundu karena usianya yang sudah tua.
Akhirnya Haji Ismail Mundu wafat pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1377 H atau pada
16 Januari 1957 M.
Sedangkan Haji Haruna Bin Haji Ismail adalah murid sekaligus
sahabat karib Haji Ismail Mundu, beliau berasal dari desa Batu Pahat Johor
Malaysia. Meskipun berasal dari Malaysia, Haji Haruna Bin Haji Ismail sejatinya
adalah putra bugis yang lama menetap di Malaysia. Tetapi keinginannya untuk
belajar agama membawanya ke Teluk Pakedai yang memang mayoritas penduduknya
adalah masyarakat suku bugis dan bertemu dengan Haji Ismail Mundu yang akhirnya
menjadi guru dan sahabat karibnya. Haji Haruna Bin Haji Ismail sangat berjasa
dalam pembangunan Masjid Batu, karena dari dirinyalah sumber dana pembangunan masjid
pertama berasal.
B.
Struktur
Bangunan Masjid Batu
Struktur
bangunan masjid Batu cukup unik, karena bangunan masjid Batu yang tidak
memiliki tiang penyangga besar seperti masjid pada umumnya. Hal ini dikarenakan
pada awal pembangunannya masjid Batu dirancang untuk dibentuk seperti Ka’bah,
yaitu berbentuk persegi empat. Bahan untuk membangunnya juga sebagian besar
terdiri dari batu bata, sesuai dengan rancangan awal yang tidak menggunakan
bahan dari kayu. Tetapi dalam pembangunannya masjid batu akhirnya tidak jadi
dibentuk seperti Ka’bah, hal ini dikarenakan kurangnya dana untuk pembangunan
masjid. Mahalnya harga batu bata yang digunakan menjadi alasan besarnya dana
pembangunan masjid, selain itu biaya pengangkutan batu juga sangat mahal. Batu
bata yang digunakan dalam pembangunan masjid berasal dari Malaya dan diangkut
menggunakan perahu bandung (kapal air). Hal inilah yang akhirnya membuat
rancangan awal yang berbentuk Ka’bah tidak dilanjutkan, bentuk masjid pun
akhirnya dibuat menyerupai masjid pada umumnya, yaitu dengan menggunakan atap
(kubah).
Yang
menarik lagi dari masjid Batu adalah jumlah pintu yang cukup banyak untuk
ukuran masjid yang tidak terlalu besar, total ada delapan pintu termasuk pintu
masuk utama yang dimiliki oleh masjid batu. Banyaknya jumlah pintu yang
dimiliki masjid Batu merupakan amanah dari guru Haji Ismail Mundu, karena
merupakan perintah yang terdapat dalam agama islam. Jadi tidak terkandung makna
filosofis tentang banyaknya jumlah pintu, melainkan murni untuk mengikuti
anjuran dalam agama islam.
C.
Sejarah
Masjid Batu Dari Tahun 1926-2014
1. Periode Awal (Tahun 1926-1960)
Masjid
Batu berdiri pada tanggal 4 Dzulhijjah 1345 H (1926 M), merupakan masjid
pertama di kecamatan Teluk Pakedai. Masjid ini dinamakan masjid Batu karena
struktur bangunan masjid yang mayoritas terdiri dari batu bata, bahkan dalam
rancangan awal masjid Batu sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama
sekali dan hanya menggunakan batu. sehingga saat nama masjid ini belum
diketahui namanya, masyarakat sekitar menyebutnya dengan masjid Batu. Masjid
Batu didirikan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim Teluk Pakedai, karena
keberadaan masjid sangat penting bagi umat muslim. Dengan bertambahnya jumlah
umat muslim di Teluk Pakedai, maka dibutuhkan juga tempat ibadah yang lebih
besar. Haji Ismail Mundu beserta murid dan sahabat karibnya Haji Haruna Bin
Haji Ismail, memiliki inisiatif untuk mendirikan masjid.
Masjid
Batu didirikan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim Teluk Pakedai, karena
keberadaan masjid sangat penting bagi umat muslim. Dengan bertambahnya jumlah
umat muslim di Teluk Pakedai, maka dibutuhkan juga tempat ibadah yang lebih
besar. Haji Ismail Mundu beserta murid dan sahabat karibnya Haji Haruna Bin
Haji Ismail, memiliki inisiatif untuk mendirikan masjid.
Hal
ini pun diutarakan beliau kepada murid-muridnya yang lain, dan mendapat
tanggapan yang sangat baik. Bahkan salah seorang muridnya yaitu H.Doeng
mewakafkan tanahnya yang terletak di desa Teluk Pakedai Hulu, H.Doeng adalah
salah satu orang terkaya di Teluk Pakedai saat itu. Sedangkan dana
pembangunannya merupakan sumbangan dari Haji Haruna Bin Haji Ismail dan dana
sumbangan dari murid-murid Haji Ismail Mundu di Malaysia. Arsitek pembangunan
masjid di datangkan langsung dari Pontianak oleh Haji Haruna Bin Haji Ismail,
yaitu Abdul Wahid Bin Abu alias Wak Bangkik. Abdul Wahid Bin Abu juga merupakan
arsitek Lembaga Permasyarakatan Pontianak yang sekarang berubah menjadi RS
Santo Antonius. Sedangkan untuk pembangunan masjid dikerjakan oleh murid-murid
Haji Ismail Mundu dan masyarakat sekitar. Tidak ada tanggal pasti kapan masjid
selesai dibangun, yang diketahui hanyalah masjid Batu baru difungsikan sebagai
tempat untuk shalat jum’at pada tahun 1348 H (1929 M).
Paska
berdirinya masjid Batu, semakin ramai orang Bugis yang datang ke Teluk Pakedai.
Selain itu, dengan adanya masjid Batu yang menjadi tempat ibadah dan tempat
mengajar Haji Ismail Mundu, semakin ramai pula orang-orang Arab yang datang ke
Teluk Pakedai. Hal ini dikarenakan istri Haji Ismail Mundu, yaitu Hj.Asmah
binti Sayyid Abdul Kadir yang berkebangsaan Arab. Hal ini membuat terjadinya
pernikahan antara orang-orang Bugis dengan orang-orang Arab di Teluk Pakedai.
Orang-orang Bugis Teluk Pakedai pada saat itu mayoritas bermata pencaharian
sebagai nelayan dan petani, hal ini dikarenakan kondisi geografis Teluk Pakedai
yang dikelilingi oleh sungai, sehingga ikan yang tersedia sangat melimpah dan
tanah yang subur untuk menanam tanaman seperti padi, kelapa, dan pinang.
Hubungan yang baik dengan penjajah Belanda juga membuat maju kehidupan
orang-orang Bugis di Teluk Pakedai, karena kondisi aman yang dirasakan
masyarakat. Hubungan yang baik ini terlihat dari penghargaan yang diterima oleh
Haji Ismail Mundu dari Ratu Belanda yaitu Ratu Wilhelmina, atas jasanya sebagai
mufti kerajaan Kubu yang dapat memecahkan permasalahan masyarakat dengan bijak.
Kedatangan
Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, yang menggantikan kedudukan penjajah
Belanda, juga terasa di Teluk Pakedai. Sama seperti keadaan yang terjadi di
Pontianak dan sekitarnya, dimana orang-orang yang berhubungan baik dengan
Belanda ditangkap dan dibunuh oleh Jepang. Hal yang sama juga terjadi di Teluk
Pakedai, hubungan baik dengan Belanda menjadi pemicu Jepang untuk berlaku kejam
terhadap orang-orang Bugis di Teluk Pakedai. Hal ini membuat banyak orang-orang
Bugis yang melarikan diri dari Teluk Pakedai, mereka pindah ke daerah Kakap,
Pontianak dan sekitarnya. Kondisi Teluk Pakedai saat itu sangatlah sepi, dimana
hanya sedikit saja orang yang tetap bertahan.
Pada
saat kedatangan Jepang, Haji Ismail Mundu sedang tidak berada di Indonesia,
beliau sedang berada di tanah suci Makkah untuk mengajar agama. Kondisi Teluk
Pakedai yang sepi juga berpengaruh terhadap kondisi masjid Batu, masjid menjadi
sepi. Bahkan saat shalat Jum’at pun jumlah jama’ah yang shalat di masjid dapat
dihitung dengan jari. Meskipun demikian ada sesuatu yang aneh dimana setiap
shalat Jum’at ramai berdatangan dare’ (monyet) di depan masjid, seolah-olah
mereka ikut melaksanakan shalat. Tetapi monyet-monyet ini tidak masuk kedalam
masjid, melainkan hanya berbaris di halaman depan masjid dan tidak membuat
keributan saat shalat Jum’at sedang berlangsung.
Setelah
Indonesia merdeka dan Jepang tidak berada lagi di Indonesia, orang-orang Bugis
ada yang kembali ke Teluk Pakedai meski jumlahnya tidak banyak. Hal ini
dikarenakan ada berita tentang meninggalnya Haji Ismail Mundu di Makkah,
sehingga mereka enggan untuk kembali ke Teluk Pakedai karena kehilangan sosok
panutan. Bahkan keluarga dan murid-murid Haji Ismail Mundu melaksanakan
tahlilan dan do’a arwah seolah-olah Haji Ismail Mundu benar-benar meninggal.
Bahkan rumah Haji Ismail Mundu yang berada di dekat masjid Batu dijual oleh
keluarganya, karena berpikir tidak akan ada lagi yang menempati rumah tersebut.
Pada
tahun 1948 saat Sultan Hamid II menunaikan ibadah Haji ke tanah suci Makkah,
beliau bertemu dengan Haji Ismail Mundu. Saat pertemuan inilah Sultan Hamid II
bercerita tentang kondisi yang terjadi, dimana Haji Ismail Mundu dianggap sudah
meninggal bahkan sampai dibacakan do’a arwah dan berita bahwa Indonesia sudah
merdeka. Pada kesempatan ini Sultan Hamid II mengajak Haji Ismail Mundu untuk
pulang ke Indonesia, agar berita ini tidak berkepanjangan. Haji Ismail Mundu
pun pulang ke Indonesia dengan menumpang kapal dan biayanya gratis karena
ditanggung oleh Ratu Wilhelmina. Sebelum pulang ke Teluk Pakedai Haji Ismail
Mundu singgah dulu untuk menemui sahabatnya di Bogor, dan singgah sebentar di
siantan.
Setelah
singgah sebentar di siantan, Haji Ismail Mundu pulang ke Teluk Pakedai diikuti
oleh keluarga dan murid-muridnya. Rumah yang sebelumnya telah dijual pun
akhirnya dibeli kembali oleh beliau. Meskipun Haji Ismail Mundu telah kembali
ke Teluk Pakedai, kondisi Teluk Pakedai tidaklah seramai seperti dulu. Hal ini
dikarenakan banyak dari mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetap di tempat tinggalnya
yang baru, sehingga mereka enggan untuk kembali ke Teluk Pakedai. Hal inilah
yang membuat Haji Ismail Mundu berinisiatif untuk melaksanakan peringatan Isra’
Mi’raj dan Maulid di masjid Batu, hal ini dilakukan agar tali silaturahmi antar
murid-muridnya dapat terus terjalin. Kondisi masjid Batu pun sudah mulai
sedikit ramai dan Haji Ismail Mundu kembali mengajar agama di masjid Batu.
2. Periode 1961-2002
Masjid
Batu pertama kali di renovasi pada tahun 1960, hal ini dikarenakan kondisi
masjid yang sudah mulai rusak, atap masjid pun sudah banyak yang bocor. Hal ini
dirasa wajar mengingat usia masjid yang sudah melebihi tiga puluh tahun dan
belum pernah direnovasi sama sekali. Masjid juga kurang terawat kondisinya,
karena setelah kedatangan Jepang ke Teluk Pakedai banyak masyarakat Teluk
Pakedai yang pindah untuk menghindari kekejaman tentara Jepang, sehingga
kondisi Teluk Pakedai pasca kedatangan Jepang sampai tahun 1955 sangat sepi.
Kurang terawatnya masjid membuat kondisi masjid menjadi lebih cepat rusak, hal
inilah yang menjadi alasan utama renovasi masjid.
Pada
saat renovasi masjid pertama ini, Haji Ismail Mundu sudah wafat. Koordinator
renovasi masjid adalah Haji Abbas Bin Haji Supuk, selaku ketua pengurus masjid.
Sedangkan dana pembangunan masjid dihimpun dari murid-murid dan pengurus masjid
saat itu, diantaranya Haji Doeng, Haji Ali Haruna, Haji Burhan, Haji Muhtar,
dan Haji Muhammad. Pada saat renovasi pertama ini ditemukan nama “Nasrullah”
yang letaknya di kubah masjid, sehingga diketahui nama masjid yang sebenarnya
adalah Nasrullah. Ada kemungkinan nama Nasrullah merupakan pemberian dari Haji
Ismail Mundu, tetapi karena letaknya yang tersembunyi membuat nama masjid yang
sebenarnya tidak diketahui sampai tahun 1960. Arti dari Nasrullah sendiri
adalah “pertolongan Allah”, sejak saat itu masjid Batu juga dikenal dengan nama
masjid Nasrullah. Renovasi masjid sendiri akhirnya selesai pada tahun 1963,
dengan terjadi perubahan pada kubah masjid yang awalnya memiliki satu kubah
yang berbentuk segi enam, menjadi dua kubah berbentuk kerucut.
Pada
tahun 1967 terjadi peristiwa kelam di Kalimantan Barat, yaitu peristiwa mangkok
merah yang merupaka peristiwa penumpasan PGRS-Paraku. Orang-orang Cina yang
menjadi sasaran penumpasan ini melarikan diri sejauh mungkin dan ada yang
sampai ke Teluk Pakedai. Mayoritas orang-orang Cina yang ada di Teluk Pakedai
merupakan pengungsi akibat peristiwa mangkok merah di Bengkayang. Kebutuhan
untuk mencari bahan makanan dan lari sejauh mungkin membawa mereka sampai ke
Teluk Pakedai. Dengan kedatangan orang-orang Cina, kondisi Teluk Pakedai
menjadi ramai kembali dan memicu kembalinya orang-orang Bugis ke Teluk Pakedai.
Meskipun demikian orang-orang Bugis dan Cina di Teluk Pakedai hidup
berdampingan, bahkan ada orang Cina yang masuk Islam. Selain itu ada juga yang
meskipun tidak masuk Islam, tetapi menjadi penyumbang dana dalam perawatan dan
perenovasian Mesjid Batu.
Pada
tahun 1982 masjid Batu kembali mengalami renovasi, hal ini dikarenakan banyak
atap yang sudah bocor. Inisiatif renovasi masjid adalah Haji Ibrahim bin Haji
Basir dan diketuai oleh Wak Amik bin Daeng Magangka. Sedangkan dana renovasi
masjid diperoleh dari infak masjid dan sumbangan jama’ah masjid. Selain itu
pada renovasi kedua ini masjid juga mendapat bantuan dari pemerintah Kabupaten
Pontianak (saat itu Teluk Pakedai masih termasuk dalam wilayah Kabupaten
Pontianak). Pada renovasi ini terdapat beberapa perubahan yaitu kubah masjid
yang bertambah dari dua menjadi tiga dengan bentuk tetap kerucut, tetapi
jaraknya yang dibuat sedikit jauh. Hal ini dikarenakan masjid juga diperluas
ukurannya, tujuannya adalah agar bisa menampung jama’ah yang lebih banyak.
3. Periode 2003-2014
Pada
tahun 2003 masjid Batu kembali mengalami renovasi, renovasi yang dilakukan kali
ini bertujuan untuk memperindah dan memperluas masjid. Dari hasil musyawarah
terpilihlah Haji Rifa’i Bin Haji Abbas sebagai ketua pembangunan, beliau
dibantu oleh pengurus masjid yang saat itu diketuai oleh Acong Bin Abdul Hamid.
Renovasi yang ketiga ini menghabiskan dana sebesar tujuh puluh juta rupiah,
dana untuk renovasi diperoleh dari sumbangan Bupati Kabupaten Pontianak saat
itu Agus Salim. Bentuk masjid tidak banyak yang berubah dari sebelumnya, karena
hanya dilakukan perbaikan dan perluasan masjid, serta memperbaharui kubah
masjid.
Renovasi
terakhir masjid Batu dilakukan pada tahun 2009, hal ini dilakukan dalam rangka
perbaikan masjid. Selain perbaikan masjid, akses jalan menuju ke masjid Batu juga
diperbaiki. Dana renovasi masjid diperoleh dari sumbangan para Hamba Allah dan
jama’ah masjid. Sedangkan dana perbaikan jalan diperoleh dari pemerintah
Kabupaten Kubu Raya (Teluk Pakedai masuk ke wilayah administratif Kubu Raya
saat pemekaran Kabupaten) dan Bupati Kubu Raya saat itu Muda Mahendrawan. Pada renovasi tahun 2009 ini terjadi perubahan
bentuk kubah masjid, yaitu menyerupai bentuk awal yang terdiri dari satu kubah
berbentuk segi enam.
Hari
besar agama islam diperingati di masjid Batu sejak Haji Ismail Mundu masih
hidup sampai sekarang, yang diperingati adalah peringatan Isra’ Mi’raj dan
Maulid Nabi Muhammad. Tujuan dari diperingatinya Isra’ Mi’raj dan Maulid adalah
sebagai pengingat kepada umat muslim tentang tauladan nabi Muhammad SAW, selain
itu tujuan dari diperingatinya Isra’ Mi’raj dan Maulid di masjid Batu adalah
untuk mempererat tali silaturahmi antara umat muslim. Khususnya diantara
murid-murid Haji Ismail Mundu yang saat itu berasal dari berbagai macam daerah,
dengan kegiatan Isra’ Mi’raj dan Maulid nabi ini maka murid-murid Haji Ismail
Mundu dapat berkumpul dan bertatap muka antara satu sama lainnya. Saat Haji
Ismail Mundu masih hidup, koordinator acara dipimpin langsung oleh beliau.
Kemudian setelah beliau wafat, maka koordinator acara berganti-ganti
berdasarkan hasil musyawarah.
Berikut adalah koordinator
peringatan Isra’ Mi’raj dan Maulid di masjid Batu :
·
Di koordinir oleh Haji Ismail Mundu
sampai tahun 1957
·
Haji Doeng 1957-1971
·
Haji Ibrahim bin Haji Basir 1971-1988
·
Haji Abdul Razak 1988-1998
·
Haji Harun A. Rasyid 1998-2004
·
Haji Riva’i bin Haji Abbas 2004-2006
·
Haji Mahmud bin Haji Ali 2006-2008
·
Haji Riva’i bin Haji Abbas 2008-sekarang
Mesjid Batu saat ini sudah tidak seramai
dulu dikunjungi, baik oleh warga Teluk Pakedai maupun luar Teluk Pakedai.
Padahal dulunya setiap tahun selalu ramai orang yang datang untuk berkunjung
dan berziarah ke Makam Haji Ismail Mundu, karena banyak dari mereka yang
percaya apabila memiliki nazar atau keinginan dan berkunjung ke Mesjid Batu dan
Makam Haji Ismail Mundu, maka keinginannya akan terlaksana, hal ini dikarenakan
Haji Ismail Mundu dianggap orang yang Alim, sehingga apabila mereka berdo’a di
tempat ini maka do’a mereka akan ikut diaminkan oleh Haji Ismail Mundu. Alasan
lain yang membuat Mesjid Batu tidak lagi ramai dikunjungi adalah karena
mahalnya biaya transportasi dan jalur akses menuju Mesjid Batu yang sulit
karena rusaknya jalan. Mesjid Batu saat ini hanya ramai saat momen-momen
tertentu seperti Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masjid
Batu terletak di Jalan Sepakat desa Teluk Pakedai Hulu, kecamatan Teluk Pakedai
kabupaten Kubu Raya. Jarak dari pusat kecamatan menuju ke masjid Batu tidaklah
terlalu jauh, sekitar ±3KM dari pasar Selat Remis. Masjid Batu berdiri pada
tanggal 4 Dzulhijjah 1345 H (1926 M), merupakan masjid pertama di kecamatan
Teluk Pakedai. Masjid ini dinamakan masjid Batu karena struktur bangunan masjid
yang mayoritas terdiri dari batu bata, bahkan dalam rancangan awal masjid Batu
sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama sekali dan hanya menggunakan
batu. sehingga saat nama masjid ini belum diketahui namanya, masyarakat sekitar
menyebutnya dengan masjid Batu. Masjid Batu didirikan sebagai tempat ibadah
bagi umat muslim Teluk Pakedai, karena keberadaan masjid sangat penting bagi umat
muslim. Dengan bertambahnya jumlah umat muslim di Teluk Pakedai, maka
dibutuhkan juga tempat ibadah yang lebih besar. Haji Ismail Mundu beserta murid
dan sahabat karibnya Haji Haruna Bin Haji Ismail, memiliki inisiatif untuk
mendirikan masjid.
Awal
kedatangan orang-orang Bugis ke Teluk Pakedai disinyalir datang pada awal abad
18, orang-orang Bugis yang terkenal dengan kemampuan berlayarnya sampai di
Kalimantan Barat. Ada yang singgah di Mempawah, ada yang di Kakap, dan ada yang
singgah di Teluk Pakedai. Orang-orang Bugis yang datang ke Teluk Pakedai
berasal dari Sulawesi Selatan dan masih ada hubungan dengan Daeng Manambon
(orang bugis mempawah). Nama nahkoda yang memimpin kedatangan orang-orang Bugis
ke Teluk Pakedai bernama Nahkoda Nongkoh. Orang-orang Bugis yang datang ke
Teluk Pakedai merupakan orang-orang Bugis pelarian kerja paksa Belanda,
keinginan untuk lepas dari kerja paksa membuat mereka ingin mencari daerah baru
dan akhirnya sampai ke Teluk Pakedai.
B.
Saran
Masjid
Batu adalah salah satu situs sejarah lokal yang sudah sepatutnya dijaga dengan
baik, tapi semua itu akan percuma tanpa adanya dukungan dari pemerintah
setempat. Akses jalan yang sulit menjadi kendala tersendiri bagi mereka yang
ingin mengunjungi masjid Batu, jalan yang kecil dan rusak, serta jembatan yang
kurang baik menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Padahal
dulunya masjid Batu sangat ramai dikunjungi, bahkan oleh orang-orang diluar
Kubu Raya. Jika dimanfaatkan dengan baik, maka masjid Batu bisa menjadi situs
sejarah yang akan membuka lapangan pekerjaan untuk warga sekitar. Saat ini yang
sangat perlu perhatian dari pemerintah adalah perbaikan jembatan, dari 13
jembatan yang harus dilalui untuk sampai ke masjid Batu, hampir semuanya dalam
kondisi kurang baik. Jadi sangat diharapkan perhatian dari pemerintah, agar
jembatan dapat segera diperbaiki.
Daftar
Pustaka
Rasyid,
Harun. A, dkk. 2006. Biografi Guru Haji Ismail Mundu Mufti
Kerajaan Kubu. Pontianak : Kitara
Creativision.
Rasyid,
Harun. A, dkk. 2006. Strategi Dakwah Guru Haji Ismail Mundu.
Pontianak : Kitara Creativision.
LAMPIRAN
Mantabbb (Y)
BalasHapusMantabbb (Y)
BalasHapusMasjid batu salah satu situs cagar budaya kalbar
BalasHapus